Dikutip dari detik.com ada statement Bu Sri Mulyani yang bisa membuat kuping panas dari sebagian Guru. “Sekarang sering sertifikasi tidak mencerminkan apa-apa, hanya prosedural untuk mendapatkan tunjangan. Bukan berarti dia profesional bertanggung jawab berkualitas pada pekerjaannya.” ucap Sri Mulyani di hadapan guru-guru di Gedung Guru, Jakarta Pusat.
“Karena itu saya selalu berupaya mendengarkan aspirasi guru dari sisi kesejahteraan. Guru honorer banyak, tapi guru tetapnya kemana? yang terima gaji guru tetap, yang mengajar guru honorer, ini harus diperhatikan” imbuh Menteri Keuangan ini pada acara Dialog Publik Pendidikan Nasional dan Halal Bi Halal hari Selasa, 10 Juli 2018.
Dua pernyataan di atas setidaknya cukup menjadi tamparan keras bagi kita sebagai Guru terutama yang berstatus sebagai Guru Tetap dan Guru PNS. Mungkin marah, tidak terima, dan kecewa atas apa yang dilontarkan Bu Sri. Karena mungkin pernyataan tersebut sebenarnya tidak terlalu mewakili keadaan sebenarnya atau realitas yang ada di lapangan. Akan tetapi pernyataan tersebut juga harus patut kita renungkan, harus kita pikir secara dalam dan kita lihat dari sudut pandang mana Bu Sri sampai-sampai bilang seperti kutipan di atas.
Kalau kita sentimen pada Beliau khususnya pernyataan Beliau tersebut, maka mungkin jawaban dari kita “ah, sok tau Menteri itu,” “Menteri keuangan kok mengurusi kinerja guru sih,” “Cari-cari alasan saja untuk memotong anggaran negara untuk membayar hutang luar negeri yang membengkak.” dan lain-lain lagi yang mungkin ada dalam di benak kita. Tentunya sebagai insan pendidik kita bolehlah berpikir mendadak seperti itu, tapi akan lebih bijak jika kita meletakkan cermin diri di hadapan kita tentang apa yang disampaikan Bu Menteri itu harus diukur, dihitung, dan dianalisa dari keseluruhan kinerja kita selama ini sebagai Guru.
Sudah pantaskah gaji plus tunjangan kita, yang menurut penulis alhamdulillah sangat lumayan apabila diukur dengan kinerja kita? Sudah adakah dampak positif 20% APBN bagi pendidikan negara kita? Dan sampai manakah target pendidikan yang sudah tercapai? atau alih-alih masih mengalami stagnasi. Apa balas jasa kita yang sudah disejahterakan oleh negara dan rakyat kita? Apakah kita dan pendidikan akan terus dan terus begini? sedangkan anggaran negara tiap tahunnya selalu terkuras untuk kebutuhan di bidang pendidikan.
Maka, sudah waktunya kita sebagai Guru juga siap menerima segala konsekuensi dari peningkatan kesejahteraan yang tidak berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pendidikan negara kita. Sudah saatnya kita berintropeksi diri bahwa kita sebagai Guru patut dijadikan biang kerok kegagalan sistem pendidikan nasional kita. Walaupun sebenarnya bukan hanya Guru yang menjadi faktor terbengkalainya cita-cita bangsa ini untuk mencerdaskan rakyatnya yang berkeadilan sosial sesegera mungkin.
Sebenarnya banyak faktor yang menjadi kegagalan pendidikan kita sehingga memantik kekecewaan menteri keuangan yang telah berpikir keras melindungi APBN untuk kepentingan rakyat yang lebih merata. Ada faktor kurikulum dari Pak Menteri Pendidikan, yang selama ini menjadi problem dinamis berkepanjangan dan masih belum bisa paten baik dilihat dari proses dan hasil yang ingin dicapai. Faktor administratif guru, yang masih menjadi pembuang-buang waktu berpikir para guru untuk lebih concern memikirkan pembelajaran esok hari yang menyenangkan atau menemukan inovasi-inovasi baru. Ada juga faktor proses rekrutment pendidik, yang masih belum bisa disamakan kekompetensiannya dibanding profesi yang setara seperti dokter, perawat, dan tenaga berbasis pelayanan lainnya. Dan sebenarnya masih banyak faktor lainnya andaikan Bu Sri mau menilai lebih komprehensif pendidikan kita sekarang.
Akhirnya, kutipan penutup dari Bu Sri ini juga patut kita renungkan. “Kalau guru sibuk memikirkan gaji saja, pendidikan siapa yang memikirkan.” Kesimpulannya mari kita muhasabah diri, intropeksi diri, sudah pantaskah kita menjadi guru, atau hanya menjadi guru-guruan yang tidak akan memajukan pendidikan sampai kapanpun. Bukankah, sebenarnya kita sudah dimuliakan dan disejahterakan oleh negara dan rakyat? Kalau kita masih bersikap seperti ini, maka apa bedanya kita dengan birokrat koruptor, oknum DPR pemalas, TNI POLRI penyuap dan lain sebagainya yang sering kita gunjingkan kesalahannya dibanding sibuk menilai kulitas diri kita masing-masing. Mohon maaf semua ini, penulis buat untuk mengingatkan diri sendiri yang sempat marah atas ucapan Bu Sri Mulyani, menteri keuangan RI. Bahwa sesungguhnya kita juga perlu cambuk untuk bangun kemudian sadar dan segera memperbaiki diri. Terimakasih.
Arif Zulkifli - SDN Tukum 01
Sumber:
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4107894/sri-mulyani-sertifikasi-guru-hanya-untuk-dapat-tunjangan
https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4107481/sri-mulyani-yang-terima-gaji-guru-tetap-yang-mengajar-honorer?_ga=2.234402206.1259638223.1524136253-1117996299.1500125643
No comments:
Post a Comment